#navbar-iframe { height:0px; visibility: hidden; display: none; } /*-------------------------------------------------------------- Kustomisasi Bilah Menu Navigasi Di Atas Header Halaman Blog Oleh: Semar Bingung Blog: ELTELU -:[SEMAR BINGUNG'S WEBLOG]:- URL : http://eltelu.blogspot.com/ --------------------------------------------------------------*/ .bilah-menu-atas { width: 100%; min-width: 960px; position: fixed; top: 0px; left: 0px; right: 0px; height: 27px; font-size: 13px; z-index: 99; white-space: nowrap; background-color: #336699; background-image: -moz-linear-gradient(center top , rgb(20, 132, 206) 0%, #336699 100%); box-shadow: 0px 2px 0px rgb(14, 90, 140); border-bottom: 1px solid rgba(255, 255, 255, 0.1); } .kolom-utama { -moz-transition: all 0.2s linear 0s; width: 960px; height: auto; margin: 0px auto; } .kolom-menu { width: 521px; height: auto; margin: 0px 0px 0px -41px; float: left; display: inline; } .kolom-menu ul { height: auto; margin-top: 0px; } .kolom-menu ul li { float: left; position: relative; list-style: none outside none; } .kolom-menu ul li:first-child { border-left: 1px solid rgba(30, 30, 30, 0.125); } .kolom-menu ul li a { color: #ffffff; font-weight: bold; text-shadow: -1px -1px rgba(0, 0, 0, 0.2); text-decoration: none; display: inline-block; padding-top: 5px; padding-right: 10px; padding-bottom: 5px; padding-left: 10px; position: relative; border-right: 1px solid rgba(30, 30, 30, 0.125); box-shadow: 1px 0px 0px rgba(255, 255, 255, 0.1); } .kolom-menu ul li a:hover, .kolom-menu ul li a:focus { background-color: rgba(255, 255, 255, 0.125); }

Senin, 19 September 2011

UJIAN TENGAH SEMESTER KLS X SMA Negeri 2 MAP

PEMERINTAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR
DINAS PENDIDIKAN NASIONAL
SMA NEGERI 2 MARTAPURA
Terakreditasi "B"
Alamat : Jalan Merdeka No. 400 Terukis Martapura OKU Timur  (0735) 481868  32181

LEMBAR SOAL

UJIAN TENGAH SEMESTER
TAHUN PELAJARAN 2010/ 2011

Hari, Tanggal : , .... 2011
Mata Pelajaran : Sosiologi
Kelas/Jurusan : X/I
Waktu : 45 menit

PETUNJUK UMUM
• Bacalah doa sebelum kamu mengerjakan soal.
• Bacalah terlebih dahulu soal dengan teliti sebelum dikerjakan.
• Tanyakan kepada pengawas apabila terdapat soal yang kurang jelas.



I.Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar!
Untuk absen GENAP
1. Jelaskan pengertian sosiologi menurut.
a. Menurut anda sendiri
b. Menurut Aguste Comte
c. Menurut Max Weber
2. Sebutkan sifat hakekat sosiologi. Jelaskan?
3. Sebutkan tahap perkembangan masyarakat menurut Aguste comte. Jelaskan?
4. Sebutkan 9 metode sosiologi. Jelaskan?
5. sebutkan macam-macam nilai sosial menurut Notonegoro. Berikan contohnya.
SELAMAT MENGERJAKAN

UNTUK ABSEN GANJIL
1. Jelaskan pengertian sosiologi menurut
a. Menurut anda sendiri.
b. menurut soeryono soekanto.
c. menurut Pitrim A Sorokin
2. sebutkan beberapa ciri sosiologi sebagai ilmu pengetahuan.
3. sebutkan dan jelaskan manfaat sosiologi.
4. sebutkan beberapa ruang kajian sosiologi.jelaskan dengan contohnya.
5. sebutkan 5 ciri-ciri norma sosial.

SELAMAT MENGERJAKAN.

Jawaban di kirim ke henky_3@yahoo.co.id,
dan juga di Kerjakan di kertas yg sudah disediakan oleh panitia.

Sabtu, 27 Juni 2009

Teori fungsional Struktural Talcott Parsons

Teori fungsional Struktural merupakan karya dari Talcott Parsons, parsons lahir tahun 1902 di Colorado Spring, Colorado. Selama hidupnya membuat sejulah besar karya teoritisi. Bahasan tentang fungsionalisme struktural parson ini akan dimulai dengan empat fungsi penting untuk semua sistem ”tindakan” terkenal dengan skema AGIL (Adaptation goal attainment integration latensi), secara bersama-sama, keempat imperatif fungsional ini dikenal dengan skema AGIL Ritzer (2004:121). Agar tetap bertahan (servive) suatu sistem harus memiliki empat fungsi ini:
1. Adaptation (adaptasi) sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhan.
2. Goal attainment (Pencapaian tujuan) sebuah sistem harus mendevinisikan dan mencapai tujuan utama.
3. Integration (integrasi) sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainya (AGL).
4. Latency (latensi atau pemeliharaan pola) sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang mitivasi.
Organisme perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi dengan menyesuaikan diri dengan dan mengubah lingkungan eksternal. Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumberdaya yang ada untuk mencapainya. Sistem sosial menanggulangi fungsi intregasi dengan mengendalikan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem kultural melaksanakan fungsi pemeliharaan pola dengan menyediakan aktor seperangkat norma dan nilai yang memotovasi mereka untuk bertindak. Ritzer (2004: 122)
Teori-teori terus berkembang dengan pesatnya. Talcott Parsons melahirkan teori fungsional tentang perubahan. Seperti para pendahulunya, Parsons juga menganalogikan perubahan sosial pada masyarakat seperti halnya pertumbuhan pada mahkluk hidup. Komponen utama pemikiran Parsons adalah adanya proses diferensiasi. Parsons berasumsi bahwa setiap masyarakat tersusun dari sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun berdasarkan makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika masyarakat berubah, umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik untuk menanggulangi permasalahan hidupnya. Dapat dikatakan Parsons termasuk dalam golongan yang memandang optimis sebuah proses perubahan. (Makalah Widodo 01.02.2008 dalam www,google.com)
Teori struktural fungsional mengansumsikan bahwa masyarakat merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai bagian atau subsistem yang saling berhubungan. Bagian-bagian tersebut berfungsi dalam segala kegiatan yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup dari sistem. Fokus utama dari berbagai pemikir teori fungsionalisme adalah untuk mendefinisikan kegiatan yang dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup sistem sosial. Terdapat beberapa bagian dari sistem sosial yang perlu dijadikan fokus perhatian, antara lain ; faktor individu, proses sosialisasi, sistem ekonomi, pembagian kerja dan nilai atau norma yang berlaku. (Makalah Widodo 01.02.2008 dalam www,google.com)
Pemikir fungsionalis menegaskan bahwa perubahan diawali oleh tekanan-tekanan kemudian terjadi integrasi dan berakhir pada titik keseimbangan yang selalu berlangsung tidak sempurna. Artinya teori ini melihat adanya ketidakseimbangan yang abadi yang akan berlangsung seperti sebuah siklus untuk mewujudkan keseimbangan baru. Variabel yang menjadi perhatian teori ini adalah struktur sosial serta berbagai dinamikanya. Penyebab perubahan dapat berasal dari dalam maupun dari luar sistem sosial.
Dilihat dari sudut pandang sistem tindakan, tingkat yang paling rendah berupa lingkungan fisik dan organis, melihat aspek-aspek tubuh manusia, anatomi dan fisiologinya. Inti pemikiran Parsons ditemukan didalam empat sistem tindakan ciptaanya. Dengan asumsi yang dibuat Parsons dalam sistem tindakannya. Parson menemukan jawaban problem di dalam fungsionalisme structural dengan asumsi sebagai berikut.
1. Sistem memiliki poperti keteraturan dan bagian-bagian yang saling tergantung
2. Sistem cenderung bergerak kearah mempertahankan keteraturan diri atau keseimbangan.
3. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur.
4. Sifat dasar bagian suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk bagian-bagian lain.
5. Sistem memelihara batas-batas dengan lengkungan.
6. Alokasi dan integrasi merupakan dua proses fundamental yang diperlukan untuk memelihara keseimbangan sistem.
7. Sistem cenderung memelihara kearah pemeliharaan keseimbangan diri yang meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-bagian dengan keseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan yang berbeda-beda dan mengendalikan kecendrungan untuk merubah sistem dari dalam.Ritzer (2004:123)
Asumsi- asumsi ini menyebabkan Parsons menempatkan analisis struktur keteraturan masyarakat pada prioritas utama. Dengan demikian, ia sedikit sekali memperhatikan masalah perubahan social:
Kami rasa adalah tak ekonomis memjelaskan perubahan di dalam system yang berubah-ubah sebelum perubahan-perubahan itu sendiri dipisahkan dan dijelaskan; karena itu kami memilih untuk memualai dengan mempelajari kombinasi khusus dari variable-variabel dan baru bergerak menuju deskripsi bagaimana kombinasi itu berubah bila landasan yang kuat untuk itu telah diletakan (Parson dan Shils, 1995:6 dalam Ritzer 2004:123-124).

Perlu diingat bahwa empat system tindakan itu tidak muncul dalam kehidupan nyata, keempat itu lebih merupakan peralatan analisis untuk menganalisis kehidupan nyata:
Sistem Sosial. Konsep tentang system social berawal pada interaksi tingkat mikro antara ego dan alter-ego yang didefinisikan sebagai bentuk system social paling mendasar. Meski Parson berkomitmen untuk melihat system social sebagai sebuah interaksi , namun ia tak menggunakan interaksi sebagai unit fundamental dalam studi tentang system social. Ia menjelaskan sejumlah persyaratan fungsional dari sebuah system social. Pertama, system social harus berstruktur (ditsts) sedemikian rupa sehingga bias beroprasi dalam hubungan yang harmonis dengan system yang lainya. Kedua, untuk menjaga kelangsungsn hidupnya, system social harus mendapat dukunganyang diperlukan dari system yang lain. Ketiga, system social harus mampu memenuhi kebutuhan aktornya dalam proporsi yang signifikan. Keempat, system harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para anggotanya. Kelima, system social harus mampu mengendalikan prilaku yang berpotensi mengganggu. Keenam. Bila konflik akan menimbulkan kekacauan, itu harus dikendalikan. Ketujuh, untuk kelangsungan hidupnya system social memerlukan bahasa.
Aktor dan system social, namun demikian dalam menganalisis system social ini, parson sama sekali tidak menggabaikan masalah hubungan antar actor dan struktur social. Ia sebenarnya menganggap integrasi pola nilai dan kecendrungan kebutuhan sebagai “dalil dinamis fundamental sosiologi” (parson 1951:42 dalam Ritzer 2004:125).
Umumnya Parson menganggap actor biasanya menjadi penerimaan pasif dalam proses sosialisasi. Anak-anak tidak hanya mempelajari cara bertindak, tetapi juga mempelajari norma dan nilai-nilai masyarakat.
Masyarakat, miskipun pemikiran tentang system social meliputi semua jenis kehidupan kolektif, suatu system social khusus dan yang sangat penting adalah masyarakat, yakni kolektifitas yang relative mencukupi kebutuhan sendiri, anggotanya mempu memenuhi seluruh kebutuhan kolektif dan individualnya dan hidup sepenuhnya didalam kerangka sendiri (Rocher, 1975”60 dalam Ritzer 2004:127).
System Kultural . Parson membayangkan kultultur sebagai kekuatan utama yang mengingat berbagai unsure dunia social. Kultur menengahi interaksi antar actor, menginteraksikan kepribadian, dan menyatukan system yang lain. Jadi dalam system social, system diwujudkan dalam norma dan nilai, dan dalam system kepribadian ia diinternalisasikan oleh actor.
System Kepribadian, system kepribadian (personalitas) tak hanya dikontrol oleh system cultural, tetapi juga oleh system social. Ini bukan bukan berarti bahwa Parson tak sependapat tentang kebebasan system personalitas. Parson menyatakan:
Menurut saya miskipun kandungan utama system struktur kepribadian berasal dari system social dan cultural melalui proses sosialisasi, namun kepribadian menjadi suatu system yang independen melalui hubungannya dengan organism dirinya sendiri dan melalui keunikan pengalaman hidupnya sendiri; kepribadian bukanlah merupakan sebuah epifenomenon semata (Parson 1970:82 dalam Ritzer 2004:130).

Personalitas didefinisikan sebagai system orientasi dan motofasi tindakan actor individual yang terorganisir. Komponen dasarnya adalah “disposisi-kebutuhan” Parson dan Shils mendefinisakan disposisi kebutuhan sebagai “unit-unit motifasi tindakan yang saling penting” (1951:113 dalam Ritzer 2004:131).

Selasa, 19 Mei 2009

PERLUNYA PENDIDIKAN POLITIK BAGI MASYARAKAT

Pendidikan Politik di negara demokrasi seharusnya memang sudah menjadi pelajaran wajin disetiap sekolah maupun perguruan tinggi, jangan samapai jiwa penerus pesta demokrasi di Indonesia memiliki mental yang tidak seharusnya menjadi cermin di setiap manusia, apa boleh dikata ketika reformasi di gulirkan pada tahun 1999 masyarakat Indonesia selalu bebas berpendapat, bahkan sampai-sampai segala tindakan diatas namakan demokrasi.
tetapi bagaimana kalau kita melihat pesta demokrasi yang sedang berlangsung pada 9 April 2009 pada pileg dan menjelang Pilpres pada 8 Juli 2009 nanti, sudah banyak banyangan yang menenti kekacauan pada pemilu kali ini, sistem persaingan yang tidak siap, sikap egoisme yang masih melekat pada elit politik di negeri ini, seperti, pada kandidat capres dan cawapres kali ini di usung oleh tiga kandidat, yang mana terdapat dua kulaisi besar yaitu, PDIP, GERINDA, GOLKAR, HANURA, dan partai-partai kecil yang mengusung dua kandidat capres dan cawapres, yaitu MEGA-PRO dan JK-WIN.
Sikap keduanya sangat terlihat yang tidak menghendaki calaon presiden dan calon wakil presiden SBY-BEUDIONO, partai kualisi besar memang kelihatan ingin menghentikan kepemimpinan SBY lima tahun kedepan. fenomena itu ibarat anak-anak TK atau SD bermain petek umpet, kenapa demikian, pihak kualisi besar atau Blok Teuku Umar menghendaki atau berkeinginan supaya pemilu dapat dua putaran (uang yang mana untuk pemilu), dan mereka siapa yang kalah akan bergabung lagi menjadi kualisi besar, jadi bagaimana sistem ayang dianut oleh NKRI ini belum jelas apa Presidensil atau Parlementer.
Pesta demokrasi di indonesia tak ubahnya seperti pesta menghambur-hamburkan uang rakyat tanpa tujuan yang jelas, seharusnya terlebih dulu meningkatkan pendidikan politik warganya, karena masyarakat indonesia madih banyak yang belum jelas tentang demokrasi di NKRI.
Dengan menganut sistem multi partai apa yang di hasilkan oleh sistem tersebut, padahal di negera maju yang sudah mengeyam pendidikan demokrasi hanya menerapkan 2 parati politik, kenapa kita selalu PD pada sistem yang kita pakai sendiri padahal sebagian orang sangat menyayangkan sistem tersebut, apa yang dibangkan dari sistem multi partai.
Banyak para pakar politik berkaor-kaor tentang perpolitikan di indonesia tetapi dia hanya bisa berbicara dan tidak bisa menerapkannya, sebaiknya para elit politik melakukan kerja sama dengan berbagai pihak untuk melaksanakan pendidikan politik, seperti yang dikatakan oleh TAUFIK KAMAL Mahasiswa doktoral Frankfrut JERMAN mengatakan bahwa ada beberapa tehnik kampanya yang baik, dia mengatakan pada sebuah penelitian, format kampanye mimbar bebas tidak begitu efektif lagi saat ini, kampanye terbaik bukanlah berorasi didepan masa dengan retorika yang berketiak ulartetapi menunjukkan keteladanan atas apa yang diperbuat ke masyarakat dan lingkungan.
Dari semua apa yang dikatakan oleh para elit politik seharusnya dapat ditranfer ke masyarakat luas, sehingga masyarakat dapat mengetahui dan memahami sistem yang sedang di anut, dan semua elit politik harus mencerminkan seikap yang cerdas dan santun ketika menjadi salah satu kandidat.
semoga Pesta demokrasi berjal;an dengan aman dan damai" Amin"

Jumat, 15 Mei 2009

FENOMENA PARPOL INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nanggro Aceh Darusalam merupakan propinsi yang terletak di barat Indonesia, atau terkenal dengan sebutan serambi mekah yang merupakan berpenduduk mayoritas muslim. NAD merupakan daerah yang menyandang predikat khusus yaitu “daerah istimewa”. Kurang lebih 30tahun aceh dilanda konflik antara Indonesia dengan masyarakat aceh (GAM) yang menginginkan lepas dari Negara kesatuan ripublik Indonesia. Bertahun-tahun masyarakat aceh dicekam ketakutan atas aksi yang dilakukan oleh para GAM. Sekian lama aceh dilanda konflik dan pada detik-detik penyelesaian konflik antara GAM dan pemerintah RI atas kesepakatan helsingki di swedia. Mungkin masyarakat aceh sudah mulai bosan dengan konflik yang tak kunjung selesai mulai dilkukannya darurat militer sampai darurat sipil juga belum selesai. Namun masyarakat aceh mendapat musibah yaitu gempa yang diikuti dengan gelombang pasang air laut (tsunami) lengkap sudah penderitaan masyarakat aceh diujung tahun 2005 lalu mungkin dengan adanya bencana alam yang terjadi di aceh membuat masyrakat aceh atau GAM terbuka mata hatinya untuk berdamai dan mengakhiri konflik.

Namun dengan berbagai macam cobaan untuk masyarakat aceh ada beberapa yang membut masyarakat aceh dapat lagi tersenyum dan gembira yaitu kesepakatan damai antara GAM dan RI dan itu dibuktikan dengan penandatanganan antara pihak GAM dengan pemerintah RI. Dan sebelum itu NAD sudah diberi otonomi khusus oleh pemerintah RI. Dan juga pemerintahan NAD. diberi kebebasan untuk membetuk partai lokal dalam pemelihan kepala daerah semua warga aceh berhak dipilih dan memilih baik yang dari patai lokal maupun parati nasional. Hal itu dibuktikannya dengan pilkada NAD dibulan desember lalu yang berjalan lancar dan pilkada didominasi oleh calon dari partai lokal, dan partai lokal bayak didominasi oleh mantan GAM.

Dengan dilaksanakannya pilkada yang berjalan lancar hal ini merupakan pertama kali dalam sejarah masyarakat NAD merasakan kebebasan dalam memilih pemimpin daerah yang sesuai dengan pilihan rakyat. Namun pilkada di Aceh merupakan diantara harapan dan kekecewaan karena sebagian warga tak tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT). Walaupun pilkada di Aceh masyarakatnya banyak yang tidak tahu atau tidak kenal dengn calon pemimpin daerah, mereka tetap atusias memilih karena kebebasan yang dirasakan sekarang ini merupakan anugrah dari yang maha kuasa, dan kebebasan itu mulai dirasakan sejak penandatangana kesepahaman Helsinki dan puncaknya pada pilkada saat ini.

BAB II

ISI

A. Pilkada NAD ( melibatkan partai lokal dan partai nasional)

Pilkada di aceh merupakan puncak kebebasan yang dirasakan oleh masyarakat aceh sejak ditandatangani kesepahaman Helsinki yang dilakukan oleh GAM dan pemerintah RI. Dan kini rakyat aceh akhirnya dapat memilih pemimpin dalam suasana demokratis dan damai, senin 11/12 2006. serentak 8.471 tempat pemungutan suara TPS di 21 kabupaten/kota di provinsi nanggroe aceh darusalam dibuka pagi bagi rakyar untuk memilih gubernur dan 19 bupati/wali kota.(kompas selasa, 12 desember 2006). Pilkada di Aceh diikuti oleh beberapa parpol seperti parpol Golkar dan PAN dan juga calon dari jalur independen, seperti pasangan calon Irwndi yusuf dari jalur independen mendominasi perolehan suara dan mengalahkan pasangan dari partai nasional. Seperti di lhok seumawe calon kepala daerah yang didukung aktivis GAM juga memenangi perolehan suara di basisnya. Di enam TPS didesa Pusong lama, kota lhok seumawe, pasangan calon kepala daerah yang berasal dari GAM mendominasi perolehan suara, Irwandi berkibar diantara calon gubernur lainnya dengan meraih 805 suara dari toatal 1.835. suara. Kompas 12.12 06.

Dengan kelancaran pilkada di Aceh membuat semua elemen masyarakat Aceh merasa bersyukur, namun dari hasil pilkada diaceh tuju calon bupati menolak hasil pilkada karena menemukan banyak kejanggalan ”pilkada cacat hukum kata seorang calon bupati.pemimpin rapat Syukur Kobat (calon bupati No 6) menyebut contoh adanya keterlibatan pengawai negri sipil dalam pilkada serta kertas suara yang sudah dicoblos sebelum diberikan kepemilih, syukur meminta kepada pemerintah daerah dan KIP Aceh tengah melaksanakan pilkada ulang. Dan dalam pemungutan suara ada kelemahan saksi tak seemua calon mengirimkan saksi ketempat pemunutan suara. Disejumlah TPS di Banda Aceh tak semua calon mengirimkan saksi, seperti di TPS 1 Alue Naga kecamatan Syah kuala Banda Aceh hanya terlihat saksi hanya dari calon gubernur Malik Raden dan Azwar Abu Bakar, saksi yang dikirim juga tidak dibekali dengan pengetahuan soal aturan pencoblosan.

Masalah utama yang dihadapi oleh calon umumnya besarnya anggaran yang harus dikeluarkan, seperti calon gubernur Tamlicha Ali mengaku menyediakan 5.347 saksi untuk memantau proses di 8.47TPS seluruh Aceh, wilayah yang tak terisi umumnya diperkotaan dengan alasa pemilih cukup kritis sehingga prosesnya relatif transparan.. Tamlicha menyediakan angaran Rp65.000 tiap saksi sehingga untuk ribuan saksi diperlukan biaya besar.

Pelaksanaan di NAD takhanya menarik warga asing, KPUD sejumlah provinsi pun melirik Aceh sebagai ajang study banding. Pilkada di Aceh juga melibatkakan LSM asing seperti dari Uni Eropa dan juga AMM yang merupakan LSM yang bercokol di Aceh sejak nota kesepahaman di tandatangani, dengan keterlibatan warga asing di pilkada Aceh sebenarnya membuat pemerintah RI tidak disegani oleh negara lain dengan kesuksesannya pilkada di Aceh atau merendahkan martabat pemerintah RI dimata Internasional. Karena Aceh merupakan bagian wilayah NKRI mengapa tidak di urusi sendiri kok melibatkan negara lain. Dengan keberadaan partai lokal ada beberapa elit politik yang mengkawatirkan keutuhan NKRI seperti yang dikatakan oleh anggota DPRRI seperti yang dikatakan dalam koran tempo yang didapat dari situs Internet” Menurut Progo, sehubungan dengan penandatanganan perjanjian damai itu akan berkaitan dengan banyak hal selain pelaksanaan pilkada yang diusulkan pemerintah daerah Provinsi Aceh pada 25 Oktober. Pelaksanaan Undang-undang Otonomi Khusus bagi NAD yang di antaranya menetapkan Qanun yang menjadi landasan hukum pelaksanaan pemilihan kepala daerah disana.
Menurut Harry, kekhawatiran pembentukan partai lokal di Aceh tidak akan memicu pemisahan provinsi itu. "Itu berlebihan," katanya dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Komite Independen Pengawas Pemilu (KIPP) di Jakarta, Jumat (12/8).
Kekhawatiran itu juga diakui oleh Anggota DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa Masduki Badlawi, berkembang dalam pembicaraan antar fraksi Dewan. Menurutnya, berkembang kekhawatiran bahwa keberadaan partai lokal di Aceh akan menjadi batu loncatan bagi GAM untuk menuntut merdeka. Kendati demikian, PKBa bersikap untuk keberadaan partai lokal berguna untuk mempercepat perdamaian di provinsi itu. "Kami dengan prinsip kehati-hatian, partai lokal adalah solusi bagi Aceh,"katanya. (jumat Tempo 12 2005)

B. Partai Politik.

Pilkada yang dilakukan diNAD terdapat beberapa partai dan ada yang mencalonkan lewat jalur independen yaitu partai lokal. Seperti dinegara-negara yang menganut faham demokrasi, gagasan menganai partisipasi rakyat mempunyai dasar idiologis bahwa rakyat berhak turut menetukan siapa-siapa yang akan menjadi pemimpin yang nantinya menetukan kebijaksanaan umum (public policy). Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orentasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama.

Menurut R.H. Sultau: ”partai politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang – dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih – bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijakan umum mereka”(budiarjo 1986:161)

Adapun fungsi partai politik.(Budiman 1986:163-164)

1. Partai politik sebagai sarana komunikasi politik

Salah satu tugas parpol adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dna aspirasi rakyat dan mengatur sedemikian rupa sehingga kesimpang siuran dalam masyarakat berkurang.

2. Partai sebagai sarana sosialsasi politik

Dalam ilmu politik sosialisai politik diartikan proses melalui mana seseorang memperoleh sikap dan orentasi terhadap fenomena politik, dan umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia berada.

3. Parpol sebagai sarana recruitment politik.

Parpol juga berfungsi untuk mengjkak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.

4. Parpol sebagai sarana pengatur konflik.

Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan merupakan hal yang wajar. Jika terjadi konflik, partai politik berusaha untuk mengatasinya.

C. Analisis.

Dalam makalah diatas untuk menganalisisnya saya memakai teorinya Gaetano Mosca tentang kekuasaan.

Gaetano mosca dilahirkan di Palermo, Sisilia 1858.

Kaya Mosca – Teorica dan Elementi

Teorica mempunya 3 bagian

1. Sebuah kritik terhadap pembagian jenis-jenis negara oleh aristoteles (tirani, aristrokasi, dan demokrasi) pernyataan bahwa semua sistem politik merupakan produk kekuasaan elit.

2. Sebuah survei sejarah terhadap negara-negara masa lalu guna membuktikan tensis ini.

3. Penerapan teori ini terhadap kondisi demokrasi parlementer, sebuah pembahasan yang berakhir dengan analisi terhadap masalah sosial. Aspirasi dasarnya cukup jelas bahwa aspirasi demokrasi mengenai sebuah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat merupakan sebuah ilusi karena kekuasaan dilakukan oleh kaum minoritas atas mayoritas

Mosca Beragumentasi bahwa.

“Siapapun yang pernah membantu sebuah pemilihan mengetahui benar bahwa para pemilih tidak memilih sang wakil, tapi biasanya sang wakil itu yang membuat dirinya dipilih oleh para pemilih”

Sistem pemilihan menguntungkan faktor utama yang menghasilkan kekuasaan oleh keunggulan minoritas yang terorganisasi atas sebuah masa individu yang terisolasi.

Dalam pilkada di Aceh ada beberapa calon dari patai nsional dan partai lokal dan partai lokal mencalonkan yang berasal dari mantan Gam dan mereka mendominasi suara di beberapa daerah, hal ini adalah tidak lepas dari peran masyarakat yang memilih sang wakil untuk menjadi pemimpin daerah baik gubernur maupun bupati/wali kota. Karena pilkkada di Aceh sudah dilakukan secara demokrasi oleh karena itu calon pemimpin kepala daerah di pilih langsung oleh rakyat dan untuk rakyat, masyarakat tidak mempermasalahkan berasal darimana calon tersebut, yang mereka harapkan dari pemimpin kepala daerah hanya sebuah kesejahteraan bagi seluruh rakyat Aceh.

Teori Konflik (Ralp Dahrendotf)

Dalam analisis ini mengunakan teori konflik yang di miliki oleh Ralp Dahrendorf konsep teori ini adalah wewenang dan posisi keduanya merupakan fakta sosial. Distribusi kekuasaan dan wewenang secara tidak merata tanpa kecuali menjadi factor yang menentukan konflik sosial secara sistematis.kekuasaan dan wewenang senantiasa menempatkan individu pada posisi atas dan posisi bawah dalam setiap struktur. Oleh karena kekuasaan selalu memisahkan dengan tegas antara penguasa dan yang dikuasai maka dalam masyarakat selalu terdapat gelombang yang saling bertentangan

Ralp Dahrendorf membedakan gelombang yang terliabat konflik itu atas dua tipe kelompok semu dan kelompok kepentingan, kelompok semu merupakan kumpulan dari para pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang sama yang terbentuk karena munculnya kepentingan, sedangkan kelompok kepentingan terbentuk dari kelompok semu yang lebih luas. Kelompok kepentingan mempunyai struktur, organisasi, progam, tujuan serta tujuan yang jelas.kelompok kepentingan yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat.

Aspek akhir teori konflik dahrendof adalah mata rantai antar konflik dan perubahan sosial. Konflik menurutnya memimpin kearah perubahan dan pembangunan dalam situasi konflik golongan yang terlibat melakukan tindakan-tindakan untuk mengadakan perubahan dalam struktur sosial. Kalau konflik itu terjadi secara hebat maka perubahan yang timbul akan bersifat radikal.begitu pula kalau konflik itu disertai dengan pengunaan kekerasan maka perubahan structural akan efektif.

Berghe mengemukakan empat fungsi dari konflik:

1. Sebagai alat untuk memelihara solidaritas.

2. Membantu menciptakan ikatan aliansi dengan kelompok lain.

3. Mengaktifkan peranan individu yang semula terisolasi.

4. Fungsi komunikasi. Sebelumkonflik kelompok tertentu mungkin tidak mengetahui posisi lawan. Tapi dengan adanya konflik, posisi dan batas antara kelompok menjadi lebih jelas. Individu dan kelompok tahu secara pasti dimana mereka berdiri dan karena itu dapat mengambil keputusan lebih baik untuk bertindak dengan lebiuh tepat.

Kalau menurut teori konflik yang dikemukakan oleh Ralp DahRendorf pilkada di Aceh berasal dari tindakan konflik yang dilakukan oleh beberapa oknum yang menuntut kemerdekaan, dan pemerintah indonesia sendiri sangat tidak menginginkan konflik berkepanjangan di profinsi NAD, jadi dengan terjadinya perjanjian damai yang disepakati di Helsinki dengan ditandatangani kesepahaman Helsinki oleh pihak GAM dan pemerintah RI. Dari hasil kesepakatan itu pihak GAM menuntut beberapa hal tentang Aceh untuk kedepan diantaranya, Undang-Undang pemerintahan Aceh, pembentukan partai lokal untuk pilkada Aceh dan tuntutan yang lainnya. Kalaupun di Aceh tidak ada konflik yang berkepanjangan mungkin pilkada di Aceh dan pembentukan partai lokal tidak akan ada dan tidak akan mungkin ada UU pemmerintahan Aceh. Dan dari hasil kesepahaman antara GAM dan pemerintah Indonesia telah menghasilkan kedemokrasian yang telah diharapkan bertahun-tahun oleh rakyat Aceh.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan.

Dari fenomena yang terjadi di NAD yang dengan demokrasi melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung dan melibatkan partai politik lokal dan partai politik nasional dapat berjalan lancar dan aman walaupun ada beberapa insiden kecil namun hal itu tidak membuat menurunkan semangat masyarakat untuk memilih calon pemimpin daerah. Sekian lama rakyat Aceh hidup dalam tekanan konflik yang berkepanjangan, namun setelah penandatanganan nota kesepahaman Helsinki yang dilakukan oleh pemerintah indonesia dan pihak GAM membuat rakyat merasa aman dan mersakan kebebasan. Dari beberapa calon gubernur dan bupati/wali kota ada beberapa calon dari mantan GAM dan membuat partai lokal, dari hasil perolehan suara banyak didominasi oleh calon dari mantan GAM baik bupati maupun calon gubernur, hal ini menunjukkan bahwa rakyat Aceh sebenarnya berpihak pada GAM dan calon dari GAM ini mereka mancalonkan melalui jalur independen atau partai lokal.

B. Saran.

Dari beberapa fenomena pilkada di Aceh yang beragam tuntutan yang diinginkan oleh masyarakat Aceh atau khususnya GAM. Ini akan menimbulkan persepsi dari masyarakat atau beberapa elit politik di indonesia. Seperti yang disampaikan oleh anggota DPRRI tentang kekawatiran adanya partai lokal di Aceh, sangat tidak mungkin keinginan GAM untuk pisah dari NKARI akan hilang, setelah pemimpin daerah Aceh di pegang oleh orang-orang mantan GAM. Kareana sekian lama GAM ingan memerintah Aceh dan pisah dari NKARI, dan sekarang mantan GAM diijinkan membentuk partai lokal, hal ini sangat mungkin apabila adanya partai lokal sebagai batu lonctan untuk memisahkan diri dari NKARI, atau pembentukan partai lokal hanya sebagai batu loncatan untuk memisahkan diri dari indonesia.

Daftar Pustaka

Ritzer, George. 2003. Sosiolgi Ilmu Pengetahuan Berparakdigma Ganda. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Budiardjo, Mariam. 1986. Dasar-Dasr Ilmu Politik. Jakarta. PT. Gramedia.

Ritzer, George. 2003 Sosiologi Moderen. Jakarta. Frenada Media.

Koran Kompas Edisi Tanggal 2 dan 12 Desember 2006

LEMBAR PENGESAHAN

Dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Malang

dan diterima sebagai persyaratan untuk

memperoleh gelar kesarjanaan S-1

Pada Hari Selasa

Tanggal : 15 Mei 2007

Tempat Jurusan Sosiologi

Dihadapan Dewan Penguji

1. Dr. H. A Habib, MA ( )

2. Rachmad K. Dwi Susilo, S.Sos ( )

3. Drs. Sulismadi, M.Si ( )

4. Muhammad Hayat, S.Sos ( )

Mengetahui:

Dekan FISIP-UMM,

Drs. Budi Soeprapto, M.Si

PENGEMBANGAN PARIWISATA MELALUI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


PENGEMBANGAN PARIWISATA MELALUI

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

( Studi pada Industri Pariwisata Selecta dan Masyarakat Desa Tulung Rejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu)


Oleh

Henki Wibowo


Magester Sosiologi



A. Pendahuluan

Dari sebuah pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah baik itu pembangunan jangka pendek maupun jangka panjang, dan termasuk juga pembangunan pariwisata melalui kemitraan yang diprogamkan oleh pemerintah, namun pelaksanaan kebijakan pembangunan oleh pemerintah dengan masyarakat maupun swasta, akan tetapi pengertian masyarakat dinilai bukanlah masyarakat luas seara otomatis dapat mengakses, karena dalam hal ini tentu ada katup-katup yang mengatur secara formal. memang masyarakat mulai ditempatkan pada posisi sebagai subjek pembangunan, akan tetapi dalam hal ini masih bersifat selektif. Masyarakat yang terlibat langsung dalam pelaksanaan utama masih sangat terbatas jumlahnya. Maka dari sinilah tidak ditemui asas kemitraan yang ideal dalam pengembangan pembanguann yang berbasis kemitraan seperti yang diungkapkan oleh Ambar dalam bukunya (2004:99) yang berjudul ”Kemitraan dan Model-model Pemberdayaan” Secara umum masyarakat diberikan dalam bentuk partisipasi baik pada level formulasi, implementasi, monitoring, maupun evaluasi. Tinggi rendahnya partisipasi yang diberikan akan berdasarkan tingkat keberdayaan yang dimiliki oleh masyarakat, dan kemampuan pemahaman pada setiap level dalam proses kebijakan publik.

Bertolak dari kondisi demikian ini, maka bagian dalam proses pemberdayaan dibidang pengambilan keputusan , pemerintah sebaiknya memberikan fasilitas sistem edukasi masyarakat, dengan cara. 1) Memberikan ruang yang lebar kepada masyarakat untuk menyampaikan ide, masukan, kritik, rasa keberatan, permintaan dan lain-lain. tanpa dibebani sanksi dan ancaman. 2) Memberikan informasi secara transparan dan aksibel kepada masyarakat, yang menyangkut berbagai aspek pembangunan lokal maupun nasional. 3) Pelibatan masyarakat dalam formasi kebijakan dengan melihat profesionalisme, kopetensi di samping nilai kepentingan masyarakat terhadap progam pemberdayaan. Dalam kegiatan industri pariwisata memang sangat tidak mungkin melibatkan berbagai pihak termasuk masyarakat yang dalam hal ini sebagai titik vital dalam sebuah kemajuan pariwisata, dan dalam perkembangannya masyarakat perlu dilakukan pemberdayaan dalam pengembangan sebuah pariwisata, karena pariwisata sendiri merupakan tampat tujuan masyarakat yang ingin menikmati apa yang disjika pihak pariwisata untuk pengunjung.

Pariwisata tidak saja dilihat sebagai kegiatan pemanfaatan waktu luang (leisure time activities) atau ekspose kesenian dan kebudayaan tradisional atau keindahan alam. Namun, pariwisata adalah suatu kegiatan ekonomi atau industri yang berskala nasional, internasional dan bahkan global. Sebagaimana kegiatan ekonomi global pada umumnya, pariwisata juga melibatkan mobilitas kapital, tenaga kerja dan budaya (cultural, labor and capital mobility) lintas batas negara. Sebagai gerakan investasi yang sedang mencari tempat menembus lintas bangsa dan negara, maka mobilitas modal tersebut akan selalu berhubungan dan saling berpengaruh dengan negara. Dalam hubungan ini, negara tidak saja berperan sebagai pembuat aturan main untuk para pelaku industri pariwisata dari dalam maupun luar negeri, akan tetapi negara juga sekaligus menjadi salah satu pemain dalam industri tersebut yang juga berkepentingan memperoleh nilai keuntungan dalam pembangunan industri pariwisata.

Pariwisata merupakan industri yang berperan terhadap kegiatan ekonomi sangatlah besar (Hendrie,2000: 1). Di tingkat dunia, pertumbuhan industri pariwisata nampak dari kenaikan rata-rata sebesar 3.7% pertahun, diperkirakan pada tahun yang akan datang terdapat 657 juta orang wisatawan yang akan terlibat dalam perjalanan pariwisata di dunia. (Hawkins dan Theobald, 1994). Menurut World Travel and Tourism Council (WTTC), pariwisata sekarang merupakan ”Industri” terbesar di dunia, sektor ini melibatkan penerimaan US$ 455 milyar di seluruh dunia. Apabila kondisi stabil, maka pada tahun 2010 mendatang jumlah kunjungan wisata diperkirakan akan mencapai 937 juta. Prediksi ini mungkin sekali tercapai karena Resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa yang menyatakan bahwa pariwisata : As a basic and desirable human activity deserving the prise and encouragement of all peoples and governments (UNDP-KMNLH, 2000). Pertumbuhan pariwisata dunia nampak dari trend yang terus berkembang sejak tahun 1995 sampai 2005 (WTO; 2005).

Dalam tabel berikut dapat dilihat kunjungan wisatawan asing di negara-negara Timur Tengah dan Indonesia mulai tahun 1980, 1990 dan 2000

Tabel 1

Kunjungan Wisatawan asing di Negara Timur Tengah dan Indonesia

(dalam ribu)

Negara

1980

1990

2000

Indonesia

1.122

2.177

5.064

Mesir

1.253

2.112

5.116

Israel

1.116

1.063

2.400

Jordan

393

437

1.427

Maroko

1.425

4.162

4.113

Syiria

----

562

916

Tunisia

1.602

3.224

9.587

Turki

920

4.799

3.027

Dubai

300

717

3.027

Total Indo-Tim Teng

8.131

19.253

36.707

Total dunia

287.781

457.306

698.793

Rasio Indo-Timteng dan dunia

2.8 %

4.2%

5.3%

Catatan : Data diolah dari Statistik World Tourism Organization, 2005 dan Biro

Pusat Statistik 2005 (khusus untuk data Indonesia)

Sebagai perbandingan di Negara Asia Tenggara, kunjungan wisatawan ke Negara Singapura telah mencapai 9.7 juta orang pada tahun 2006. Angka tersebut menunjukkan peningkatan 9% dari tahun 2005. Dari jumlah itu, wisatawan berasal dari beberapa Negara diantaranya 5 negara terbesar adalah: Indonesia (1,921,000), China (1,037,000), Australia (692,000), India (659,000) dan Malaysia (634,000). Ke lima Negara tersebut mencapai 51% wisatawan yang berkunjung di Singapura pada tahun 2006.

Dari tabel dan keadaan di Singapura tersebut di atas dapat dilihat adanya kecenderungan peningkatan yang tinggi kunjungan wisatawan dari tahun ke tahun. Kondisi ini memberikan keyakinan pada pemerintah masing-masing negara untuk menjadikan pariwisata sebagai alternatif penting bagi penerimaan negara.. Walaupun Indonesia dan negara-negara Timur Tengah masih menjadi negara-negara dengan industri pariwisata kecil di dunia, namun trend perkembangan pariwisata ini sangat potensial untuk diharapkan menjadi sumber penerimaan negara.

Bagi Indonesia, industri pariwisata mulai dirasa penting ketika penerimaan negara dari minyak bumi mulai menurun, Pemerintah Indonesia memandang perlu untuk dilakukan alternatif pengganti penerimaan non migas. Pada tahun 1990, belum ada anggaran khusus dalam APBN untuk kegiatan pariwisata tetapi sektor ini telah menyumbang penerimaan Negara secara berarti. Pada tahun 1990, tercatat sekitar 2 juta wisatawan mancanegara berkunjung ke Indonesia dengan total pengeluaran US$ 2 milyar, pada tahun 1996 jumlahnya menjadi 2.5 kali lipat atau sekitar 5 juta wisatawan dengan total pengeluaran US$ 6 milyar (UNDP-KMNLH, 2000).

Apabila kita melihat beberapa aspek yang ditimbulkan oleh adanya pariwisata tersebut adalah salah satunya meningkatkan taraf hidup masyarakat ke yang lebih baik. Menciptakan pemberdayaan masyarakt merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, swasta maupun masyarakat melaui mekanisme kemitraan yang serasi selaras dan seimbang, sehingga dari pola yang diterpakan itu nantinya akan muncul beberapa faktor positif antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam proses pengembangan pariwisata sebagai tonggak pemberdayaan masyarakat sekitar.

Sesunggunhnya sejak pemerintahan Orde Baru upanya peningkatan kemampuan masyarakat juga dilakukan, namun tidak sepunuhnya memiliki kontribusi dalam pemberdayaan, karena belum terjalinnya kerjasama antara pemerintah, swasta dan masyarakat. Dalam hal ini kerja sama yang hampir tidak tersentuh oleh pemerintah atau swasta adalah masyarakat, karena masyarakat dipandang sebagai kelompok konsemen dari hal-hal yang disajikan oleh pemerintah maupun swasta dengan dibangunnya sebuah industri pariwisata. Masyarakat diapandang sebagai salah satu unsur penggerak pariwisata namun tidak dilibatkan secara langsung dalam pengelolaan pariwisata dan bahkan masyarakat sebagai korban dari adanya industri pariwisata tersebut

Seperti yang dikemukanan oleh Sulistiyani dalam buku Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan (2004:96). Peran pemerintah pada umumnya berada pada posisi fasilitas terhadap jalannya proses pemberdayaan masyarakat dengan baik. Fasilitas tersebut dapat berupa kebijakan politik, kebijakan umum, kebijakan sektoral/departemantal, maupun batasan-batasan normatif lainya disamping itu fasilitas dapat berupa tenaga ahli, pendanaan, penyedian teknologi dan tenaga terampil. Disamping peran pemerintah, hendaknya swasta juga dilibatkan dalam kemitraan ini. Peran swasta biasanya pada segi oprasionalisasi atau implementasi kebijakan, kontribusi tenaga ahli, tenaga terampil maupun sumbangan dana, alat atau teknologi. sedangkan peran masyarakat pada umumnya disampaikan dalam bentuk partisipasi non mobilisasi.

Begitu juga di wilayah lain di Indonesia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata unggulan Jawa Timur yaitu seperti di daerah Kota Batu, kota yang termasuk dalam wilayah Malang Raya sangat banyak memiliki objek wisiata yang perlu dikembangkan guna menambah PAD kota Batu dan juga memberikan penghasilan tambahan bagi masyarakat sekitar, wisata itu seperti, wisata alam, wisata belanja, wisata kuliner, wisata budaya, wisata buatan, dan juga fasilitas penunjang lainya seperti Restouran, hotel dan lain sebagainya. Namaun masih banyak objek wisata yang belum dikelolah dengan baik di Malang Raya, dengan demikian dalam pengelolahaanya peran masyarakat masih kurang terlibat dalam pengembangan industri pariwaisata maupun kebijakan-kebijakanya. Namun dari sekian banyak fasilitas yang bergerak dalam bidang jasa seperti Hotel, wisata dan lain sebagainya merupakan hasil kelolah dari pemerintah dan swasta tanpa ada mitra dengan masyarakat didalamnya melainkan hanya pengusaha dan pemerintah. Kalau kita melihat potensi-potensi yang ada di wilayah Kota Batu sangat banyak memiliki potensi yang dapat dikembangkan dan apabila dalam perkembangannya pemerintah maupun swasta selalu melibatkan masyarakat tentu saja akan lebih baik keadaan perekonomianya, masyarakat tidak hanya sebagai konsumen dari apa yang disajikan oleh pemerintah maupun swasta melainkan pengambilan kebijakan dalam pengembanganya akan selalu melibatkan masyarakat.

Dari sebuat fenomena yang ada di PT. Selecta yang merupakan industri pariwisata dan dikelola berdasarkan unsur-unsur kekeluargaan lebih mengutamakan hubungan sosial dari pada hubungan kerja yang bersifat hierarkis, PT. Selecta yang di kelola berdasarkan kekeluargaan juga memiliki modal sosial yang dapat dikembangkan demi kemajuan perusahaan dan modal sosial yang dimiliki oleh PT. Selecta yaitu berupa hubungan-hubungan seperti kerjasama dan kebersamaan, jadi meskipun secara struktural masih terdapat perbedaan status dan peran didalamnya. Dalam bekerja karyawan yang ada di PT. Selecta lebih mengedepankan kerjasama dan kebersamaan dari pada sifat individual mereka, ini semua karena pimpinan menanamkan faham bahwa perusahaan yang mereka kelola bukan milik pimpinan tetapi juga milik karyawan dan masyarakat sekitar.

Dengan adanya hubungan kekeluargaan membuat karyawan lebih produktif dalam bekerja dan dengan produktifnya karyawan maka pendapatan perusahaan juga ikut meningkat. PT selecta juga merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa yang dikelolah dengan cara kemitraan antara masyarakat, swastya dan pemerintah, sehingga dalam pembangunannya selalu melibatkan masyarakat sekitar termasuk menjadikan sebagian masyarakat sekitar masuk dalam struktur kepengurusan atau kariawan PT. Selecta, dan selalu melibatkan masyarakat dalam hal kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan pembangunan pariwisata karena PT. Selecta berawal dari keinginan masyarakat untuk lebih mengembangkan kawasan wisata peninggalan belanda di era kolonialisme. Sehingga dalam pengembangannya Industri pariwisata selekta selalu melibatkan masyarakat sekitar untuk di perdayakan mengelolah industri pariwisata selecta.

B. Kajian Pustaka dan Teori

1. Dasar Pemikiran Kemitraaan (Partnership)

Dasar Pemikiran Kemitraan (partnership) pada dasarnya berada dalam argumen tentang peran dan posisi negara dalam relasi (hubungan) negara (State) dan masyarakat (Society). Penjelasan terhadap hubungan (Relasi) ini adalah pembicaraan paling klasik dalam pengetahuan Ilmu Sosial. Hal ini jelas terlihat karena konsep ini telah dibicarakan sejak tahun 1800-an (Hintze dalam Peirson, 1996; 64). Paling tidak ada 3 pemikiran yang telah menjelaskan, yaitu:

a. Perspektif Pasar (market system) yang dapat ditelusuri dalam teori ekonomi klasik dari Adam Smith (1723-1790) sampai New public Management dalam karya David Osborne (1992). Dalam perspektif ini bermula dari pemisahan tegas atau tidak ada hubungan sama sekali antara negara dengan masyarakat (baik dalam bentuk privat maupun komunitas) sampai pandangan yang mengarahkan pelibatan negara dalam urusan pasar yang dikemukakan Keyness (1883-1946, dalam Staniland, 1985, 16-18) dan perubahan manajemen negara untuk beroperasi seperti perusahaan privat.

b. Perspektif Demokrasi yang dapat ditelusuri dalam teori Democratic Administration sejak Max Weber ( Ostrom, 1973) sampai New Public Services dalam karya Denhardt and Denhardt (2003).

Selanjutnya secara ringkas ketiga dasar pemikiran tersebut akan diuraikan sebagaimana berikut:

Dalam perspektif pasar, mengalami perubahan dari pemikiran Adam Smith (1723-1790) yang secara tegas menentukan peran pasar sebagai mekanisme peningkatan kesejahteraan masyarakat dan negara. Dalam keyakinan ini, negara tidak diharapkan untuk melakukan intervensi dalam kegiatan pasar. Masuknya negara hanya akan membebani efesiensi dan efektivitas mekanisme pasar. Selanjutnya pemikiran Liberalisme pasar ini, disempurnakan oleh Keyness (1883-1946) yang meyakini bahwa intervensi negara diperlukan untuk mengendalikan pasar yang tidak berfungsi dengan baik karena persaingan pelaku usaha yang tidak seimbang (kegagalan pasar),(lihat perdebatan ini dalam Staniland, 1985). Konsepsi Keynes ini membenarkan keikutsertaan negara dalam urusan pasar atau usaha.

Implikasi dari perubahan kondisi tersebut adalah berkembangnya teori Governance dan New Public Management dalam administrasi publik yang mendorong tata pengelolaan dengan memperhatikan prinsip manajemen yang efektif dan efesiensi.

Di antara kontribusi paling penting terhadap kemungkinan literatur governance adalah karya dari Laurence E. Lynn, Jr. Caroll dan Carolyn. Mereka menyatakan bahwa governance adalah sebuah konsep yang mempunyai potensial untuk menyatukan manajemen publik dan literatur kebijakan publik, didasarkan pada sasaran eksplanatif dan menyoroti kontribusi kritis dari bodi penelitian besar. Lynn et. al. (2000) menyatakan bahwa pertanyaan dasar dari seluruh penelitian yang berhubungan dengan governance adalah “Bagaimanakah rezim, agensi, program dan aktivitas sektor publik dapat diorganisasi dan dikelola untuk mencapai tujuan publik”.

Lynn et. al. (2000) menyatakan bahwa studi governance mempunyai dua pendahuluan intelektual utama. Pertama adalah institusionalisme, yang menegaskan bahwa susunan struktural membentuk perilaku di dalam organisasi, menentukan kinerja sebuah organisasi, dan struktur hubungannya dengan aktor eksternal. Kedua adalah studi jaringan, literatur penelitian tentang jaringan menekankan pada peranan bermacam-macam aktor dalam negosiasi jaringan, implementasi dan menyampaikan” (Otoole 1993). Hal senada dikemukakan Peter dan Pierre (1998) menyampaikan empat elemen dasar yang mengkarakteristikkan pembahasan governance : (1) Dominansi jaringan. Governance didominasi oleh kumpulan aktor yang mempunyai pengaruh terhadap apa dan bagaimana barang dan jasa publik diproduksi. (2) kapasitas pemerintah untuk melakukan kontrol langsung menurun. Walaupun pemerintah tidak lagi melakukan kontrol sentralisasi terhadap kebijakan publik, mereka masih mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhinya. (3) Campuran dari sumberdaya publik dan swasta. Aktor publik dan swasta masing-masing memperoleh sumberdaya yang tidak dapat mereka akses secara independen. (4) menggunakan bermacam-macam instrumen. Ini berarti meningkatkan kerelaan untuk mengembangkan dan menggunakan metode tradisional dalam membuat dan mengimplementasikan kebijakan publik.

Implementasi dari teori Governance dan NMP muncul dalam buku Osborne dan Tead Gabler (1992) tentang Reinventing Government, yang menekankan 10 prinsip dalam mereformasi birorkasi yang bercirikan kinerja organisasi privat (walaupun sekarang sudah berkembang new public services yang tidak menghendaki rakyat sepenuhnya dilihat sebagai pelanggan).

Dalam pengertian Osborne, perubahan yang dilakukan pemerintah adalah “Transformasi sistem dan organisasi pemerintahan secara fundamental guna menciptakan peningkatan dramatis dalam efektivitas; dan kemampuan mereka untuk melakukan inovasi. Transformasi ini dicapai dengan mengubah tujuan, sistem insentif, pertanggung jawaban, struktur, kekuasaan, dan budaya system dan organisasi pemerintah”. Perubahan fundamental yang dimaksud Osborne di gambarkan dengan perubahan sifat bawaan (genetik) dari birokrasi dengan menulis kembali rumusan DNA dengan menerapkan 5 (lima) strategi yaitu:

1. Strategi inti

2. Strategi Konsekwensi

3. Strategi pelanggan

4. Strategi kontrol

5. Strategi Budaya

Berbasis pada perubahan pandangan tentang kedudukan dan peran pemerintah sebagaimana dikemukakan oleh Teori Governance dan New Public Management, maka menjadi suatu keniscayaan bagi pemerintah untuk membangun kebutuhan dan kepentingan pemerintah untuk membangun administrasi publik dengan pendekatan kemitraan (partnership) dengan publik yang menjadi share dan sekaligus stakeholder dalam pembangunan Negara. Berikut ini digambarkan alur pikir timbulnya teori kemitraan yang merupakan perluasan dari teori Governance dan New Public Management.

Disamping pendekatan pasar, Pertimbangan lain juga perlu diambil dari Pendekatan Konsepsi Demokrasi yang masuk dalam administrasi melalui konsep administrasi demokratik (Democratic Administration). Weber menyebutkan bahwa administrasi demokratik mempunyai beberapa karakterisitk, yaitu: (a) Setiap orang diasumsikan mempunyai kapasitas untuk berpartisipasi dalam melaksanakan urusan publik. Semua warga negara (Citizen), tidak hanya teknokrat, diasumsikan mempunyai keahlian untuk terlibat dalam menentukan apa yang harus dicapai oleh kebijakan dan bagaimana cara mencapainya. (b) Keputusan-keputusan publik yang penting dibuka untuk semua anggota masyarakat dan wakil-wakil mereka yang telah terpilih, (c) Kekuasaan disebarkan secara luas dan tidak dipusatkan kepada satu kekuatan saja, (d) Fungsi administrasi adalah pelayan masyarakat (Public servant) dan bukan urusan elit teknokratik. (Ostorm, 1973, 65-86 dalam Frederickson; 2003; 199-200).

Dalam konsepsi democratic administration diatas, maka relasi antara pemerintah dan masyarakat adalah partisipasi dalam urusan publik yang menjadi tanggung jawab secara bersama antara semua pihak (stakeholder). Dalam batasan ini, menurut Sandel ( dalam Denhardt and Denhardt, 2003; 27) model hubungan antara negara dan warganegara yang tepat berbasis pada gagasan dasar bahwa pemerintah ada untuk menjamin bahwa warga negara dapat membuat pilihan-pilihan hidupnya sesuai dengan kepentingannya sendiri melalui suatu prosedur yang telah tetap (misalnya voting) dan hak-hak individual.

Dalam kerangka teori Demokratik Citizenship (lihat Denhardt and Denhardt, 2003; 27), masyarakat diartikan sebagai warga negara (Citizen). Dalam pengertian ini, warga negara tidak dibatasi sebagai pelaku ekonomi privat atau civil society, namun lebih dibatasi berdasarkan sistem legal, yaitu sebagai warganegara dengan status legal. Oleh karena itu, dalam pengertian luas, warga negara terkait dengan semua masalah yang berhubungan dengan keanggotaan seseorang dalam komunitas politiknya, termasuk isu tentang hak dan tanggang jawabnya. Dengan demikian, kewarganegaraan juga terkait dengan seluruh kapasitas individual untuk mempengaruhi sistem politik, hal ini menyangkut keterlibatan aktif warga negara dalam kehidupan politik.

Pelibatan aktif warga negara, dalam kerangka teori democratic citizenship, mendorong pemerintah untuk memaksimalkan nilai dari partisipasi. Denhardt and Denhardt menyebutkan ada 9 nilai penting dari partisipasi warga negara, yaitu:

Berdasarkan pada konsepsi diatas, Denhardt (2003; 95-96) menyebutkan bahwa kemitraan baru (New Partnership) akan berkembang sebagai hasil dari partisipasi yang besar dari warga Negara (Citizen) kepada implementasi kebijakan pemerintah. Pemerintah memberikan ruang besar pelibatan warga Negara untuk berpartisipasi dengan beberapa alasan:

1. Partisipasi yang besar akan membantu menemukan harapan yang ingin dicapai warga Negara

2. Partisipasi yang besar akan meningkatkan kualitas pelayanan publik, Karena pemerintah akan memiliki sumber daya yang lebih besar, juga informasi dan kreativitas

3. Partisipasi yang besar akan membantu proses implementasi kebijakan

4. Partisipasi yang besar akan meningkatkan kebutuhan warganegara untuk transparansi dan akuntabilitas

5. Partisipasi yang besar akan meningkatkan kepercayaan publik pada pemerintah

6. Partisipasi yang besar akan menumbuhkan masyarakat informasi

7. Partisipasi yang besar akan menciptakan kemungkinan pengembangan kemitraan baru antara pemerintah dan masyarakat

8. Partisipasi yang besar akan menghasilkan publik yang melek informasi

Sejalan dengan pandangan Denhardt and Denhardt, khususnya nomor 7 yang menyatakan bahwa partisipasi dapat mengembangkan kemitraan (partnership), maka Arnstein (1969) dalam teorinya tentang tulisannya tentang The Ladder of Citizen Participation, juga berpendapat bahwa salah satu tingkatan dalam partisipasi warga negara adalah suatu bentuk kemitraan dalam administrasi publik. Menurut Arnstein ada 8 tipe partisipasi warga negara yang dikatagorikan dalam 3 bagian besar, yaitu non partisipasi, tokenism dan citizen power. Partisipasi yang sesungguhnya adalah partisipasi didalam mana warga negara mempunyai keterlibatan dan kekuasaan untuk ikut serta dan diperhitungkan dalam mengambil keputusan. Kemitraan antara pemerintah dan warga negara, baik sebagai pelaku ekonomi privat maupun sebagai kekuatan civil society, muncul dalam partispasi yang didalamnya terdapat citizen power.

Denhardt and Denhardt (2003) mengoperasionalkan basis teori demokrasi citizenship tersebut diatas dalam pendekatan baru administrasi publik yang diberi nama New Public Service. Dalam menggambarkan partisipasi di ranah administrasi publik, Denhardt (2003; 98) mengutip pendapat OECD:

”Partisipasi aktif adalah suatu hubungan yang berdasarkan pada suatu kemitraan (partnership) dengan masyarakat dimana warga negara secara aktif mendefinisikan proses dan isi dari pembuatan kebijakan. Di dalam hal ini ada pengakuan kesamaan kedudukan untuk warga negara dalam menentukan agenda, usulan atas pilihan-pilihan kebijakan dan pembentukan dialog-dialog kebijakan. Walaupun demikian, tanggung jawab akhir dalam pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan tetap berada di tangan pemerintah.”

Dalam kerangka pikir sebagaimana diikuti dari OECD tersebut, Denhardt and Denhardt (2003; 117) menyebutkan bahwa peran pemerintah dan aparatur pemerintah adalah melakukan fasilitasi dan pendorong keterlibatan (partisipasi) warga negara serta membantu untuk meningkatkan kapasitas warga negara. Disini letak tanggung jawab pengelolaan negara berada pada kekuatan kemitraan antara pemerintah dan warga negara.

2. Penelitian Terdahulu

a. Christof Pforr 2006, meneliti tentang kebijakan pariwisata dengan menggunakan pendekatan jaringan kebijakan (Policy Network).

Penelitian Christof membahas tentang dinamika kebijakan pariwisata dengan menggunakan pendekatan jaringan (network). Fokus studi ini untuk menjelaskan pengaruh kompleksitas reputasi, kooperasi dan komunikasi dari berbagai aktor dalam proses formulasi kebijakan (master plan) pembangunan pariwisata. Jejaring aktor yang dimaksud terlibat dalam kegiatan ini adalah keterkaitan antar aktor dari sektor public-privat dan organisasi non profit.

Studi ini dilakukan di Australia dengan memperhatikan proses pengembangan masterplan pembangunan pariwisata yang disebut The Northen Territory Tourism Development Master Plan: A Commitmen to Griwth (TDMP).

Dengan menggunakan analisis jaringan sosial atas dasar perhitungan intensitas dan kepadatan (density) konstelasi relasional dan perhitungan masing-masing aktor untuk mempertimbangkan aktor yang lain, penelitian ini memperhitungkan pengaruh aktor-aktor kunci terhadap formulasi dan pengambilan keputusan kebijakan pembangunan pariwisata. Analisis jaringan ini menganalisis 3 faktor penting, yaitu jaringan pengaruh reputasi, kooperasi aktivitas dan partisipasi dalam pertukaran informasi.

3. Teori Penciptaan Tenaga Kerja

Menurut teori ini dalam kenyataan penerapan dinegara-negara Dunia ketiga telah melahirkan pengangguran. Latar belakang lahirnya pendekatan penciptaan tenaga kerja sebagai revisi atas teori pembangunan pertumbuhan ini adalah hasil dari misi kunjungan dan studi bada PBB international Labour Organization (ILO) kebeberapa negara seperti, Kolombia, Kenya, dan Sri Langk, yang ternyata penerapan teori pembangunan pertumbuhan di negara-negara tersebut selainmencapai pertumbuhan, juga padaa saat yang sama naiknya anghka pengangguran.

Pelaksanaan teori penciptaan tenaga kerja di negara-negara tersebut ditunjukan pada proyek-proyek pengembangan sektor informal, yakni pengembangan pedagang eceran, pedagang kecil, atau pedagang kaki lima, atau pengudaha lemah lainya. Selain itu dilakukan pembinaanpengusaha kerajinantangan dan industri kecildan kerajinan serta melakukan pembinaan manajeman kepada berbagai pengusaha sektor informal lainya (Fakih 2001:62-63)

Dalam sebuah daerah dengan berbagai macam bentuk pariwisata baik itu, wisata alam, buatan, budaya, wisata belanja dan sebagainya merupakan sebuah daerah yang sangat banyak berdampak pada daerah sekitar, yangmana masyarakatnya akan langsung merasakan dampak tersebut diantaranya, lapangan kerja, menciptakan lapangan kerja sektor iformal seperti, pedagang kaki lima, pedagang eceran, restouran, hotel/losmen dan lain sebagainya. Hal ini sama seperti yang dikatakan pada teori penciptaan lapangan kerja yang mana dinegara berkembang sangat banyak pengangguran sehingga pertumbuhan ekonomi sulit untuk didapat, maka dari itu dengan jalan pariwisata dengan sistem kemitraan atau patnersip seperti yang dikemukakan pada teori diatas adalah semua elemen harus bekerja sama membentuk sebuah patnersip guna menyeimbangkan antara kebutuhan dan pendapatan sebuah usaha. Dalam hal ini yang menjadi acuan adalah keterlibatan antara pemerintah, swasta dan masyarakat, ketiga pihak ini mempunyai peran penting demi kemajuan sebuah harapan yang telah dicita-citakan bangsa indonesia. Terutama masyarakat yang mempunyai peran sangat vital masyarakat sebagai subjek dan sekaligus pakaksana harus mempunyai peran seperti dalam pengambilan keputusan, proses manajemen dan lain sebagainya sehingga masyarakat juga bisa merasakan dampak yang ada di sekitar tempat tinggal mereka.

C. Kesimpulan.

Industri pariwisata yang merupakan industri yang mempunyai peran yang sangat sspenting dalam peningkatan dan pengembangan pariwisata, dalam pengembangan dan pemberdayaan masyarakat harus memiliki suatu kerja sama atau patnersip yang sangat solid sehingga kerja sama diantara tiga elemen tersebut dapat dijalankan. Industri pariwisata Selecta yang dikelulah oleh sebagaian masyarakat harus ditopang dengan kebijakan pemerintah daerah sepaya apa yang menjadi tujuan utama pengembangan industri pariwisata melalui pemberdayaan masyarakat dapat terlaksana dan meningkatkan tarap hidup masyarakat sekitar pariwisata selcta.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ada pola yang jelas menunjukkan bahwa struktur jaringan sosial mempunyai pengaruh dalam proses formulasi kebijakan pembangunan prariwisata. Aktor-aktor politik dan administrasi, ditemukan, adalah mereka yang mempunyai kekuatan penting dalam formulasi kebijakan. Aktor lain yang ikut berperan adalah asosiasi pariwisata regional. Jaringan aliansi antara kepentingan bisnis dan politik nampaknya paling berpengaruh dalam perumusan kebijakan pembangunan pariwisata. Hasil penelitian ini mendukung studi sebelumnya (Crak, 1990, 1991; Hall 1999; Jenkins 2001; Mc Mill 1991) bahwa ikatan / jejaring bisnis dan pemerintah mendominasi situasi perumusan kebijakan pembangunan pariwisata.

Dengan sistem kemitraan yang diterapkan oleh industri pariwista selecta membuat masyarakat sekitar lebih merasa memiliki pariwisata selecta, karena lapangan pekerjaan dapat mereka rasakan, dapat mengurangi pengangguran, perekonomian dapat meningkat dengan peran serta masyarakat yang selalu dilibatkan dalam kegiatan dan memeberikan ruang yang sangat besar kepada masyarakat untuk menikmati dengan adanya Industri pariwisata selecta. Industri pariwisata selctapun semakin berkembang dengan adanya pemberdayaan masyarakat. Karena memang cikal bakal industri pariwisata selecta didirikan oleh masyarakat sekitar.

DAFTAR PUSTAKA

Eisler, Riane and Montuori Alfonso, 2001. “The Partnership Organization”, Organizational Development Practitioner, vol 33, number 22, in www.partnership.org/index.html00000

Hendrie Adji Kusworo, 2000. “Peningkatan Profesionalitas Pengusaha di Bidang Pariwisata”, Paper Seminar, Solo.

Junianto Damanik dkk, 2005. Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pariwisata, PSP UGM bersama Kementrian Kesra RI, Jakarta

Rachyuningsih Eny dan Kartono Tri, Drajat, 2006. Politik Pariwisata di Timur Tengah dan di Indonesia (Analisis Komparasi Politik Ekspansi Industri Pariwisata di Timur Tengah dan Indonesia), paper, Universtias Brawijaya, Malang.

Supraptini, 2003. “Pengembangan Pola Kemitraan Dalam Peningkatan Sanitasi Pengelolaan Makanan Di Daerah Objek Wisata Bali’, Laporan Penelitian, Udayana, Bali.

Sumber-sumber lain

Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 67 Tahun 1996 tentnag Penyelenggaraan Kepariwisataan.